Cep Anton Firtana 'Abah'
Sakapeung simkuring ngahuleng kulantaran kajadian anu nimpa diri, diri nu lamokot ku dosa, teu bisa pisan di kirata. mh... ieu teh ningan alam dunya, aya nu ngagerakeun nana, urang mah ngan saukur manusa nu teu daya teu upaya.
Hirup geus satekah polah rek di ajar tutulung kanu butuh tatalang kanu susah. mh... dalah dunya, manusa ngan boga niat wungkul. sakumaha anu baris dijadikeun hiji tujuan sok prirajeunan pinanggih jeung kasusah. kitu oge dinu mingpin usaha, ari dunungan mah boga maksud teh hade cuk rarasaan mah, tapi dalah manusa teu bisa cicing dina hiji martabat, sok lenyepan....
samenit ganti sajam robah, janji ayeuna sok tara kapake isuk... naha kabeh kitu manusa teh. kuring asa teu beak pikir ku masalah eta, naha aya hiji kolot nu baris ngancurkeun kahirupan budakna, atuh cenah aya, nya urang tilei kolot naon nu kitu ngarana.
kasimpulan dinu ieu catur, poma da hirup urang teh teu sorangan, kusabab kitu coba biasakeun daek ningali ka handap ulah kaluhur wae.
Minggu, September 30, 2007
Tafakur Diri
Oleh Abah di 01.24.00 0 komentar
Jumat, September 28, 2007
Realita Pemegang Idealisme
Oleh : Cep Anton Firtana
Didesa yang penuh tawa, ia hidup dengan harapan dan impian, cita-cita ia gantungkan sejauh mata memandang, keindahan ia impikan sebebas burung berterbangan. Kasihan ketika ia hendak memetik bunga tanpa sadar durinya menusuk dada, merintih menangis lalu terdiam sejenak. Apakah gerangan senyuman yang ia berikan berakhir dengan luka yang dalam.
Keindahan, ketulusan dan hati penuh kebaikan ia berikan tapi malang pemuda itu jatuh dilembah hitam tanpa sedikitpun harapan, kasih hati penuh duri banyak kenangan kau berikan untuk bekalku ditinggalkan tetapi ketika kumenyadari kemudia semua itu hanya permainan, terhina lalu tertekan dalam hati penuh kekalutan, ia menginjak-injak kejujuran, ia mencabik-cabik kebahagiaan dan ia menyerang kebodohan dari sang petualang yang tak mempunyai harapan.
Malam yang tak berangin, berjalanlah aku menyusuri gelapnya hutan, tanpa tujuan ku melangkah, tanpa arah ku berlari, hingga sampaiku pada lembah yang dipayung sinar rembulan. Berteriak dalam keheningan menggugahku untuk menyadari semua jeritan hati sayatan rasa sangat terasa sampaiku berlabuh dalam hina yang tak berasa.
Jijik himpit rasa nan lara dalam petualangan itu tak ada setetespun harapan yang menghampiri hingga pada suatu waktu setangkai bunga mengajakku lalu. Dan meludahi hati ini sampai ciut bagaikan kecut yang sangat marut. Tetesan air mata hanya mampu membasahi kerlingan mata, tak dapat membasahi wajah ini, telah kering untuk berjuang membangun senyummu.
Terimpit ku diruangan yang pengap dikelilingi ketidak jujuran. Nila itu kini memenuhi belana, seluruhnya tanpa tersisa. Ku berusaha menendang nila itu, membuangnya tapi … dengan kamu, saya atau dengan siapa ku kini berjuang.
Oleh Abah di 15.37.00 0 komentar
Matahari Pagi Di Kampung Koperasi
Oleh : Cep Anton Firtana, SE
Pagi itu matahari enggan untuk bangun dan masih diselimuti kabut pagi, suara ayam berkokok pun nyaris tak terdengar, yang terdengar hanya hembusan angin sepoy menusuk tulang. Pagi itu tak sengaja ia melihat seorang perawan melamun diteras rumahnya sambil menatap kosong ketengah persawahan.. Tak lama setelah ia melamun tiba-tiba perawan itu menjerit sejadi-jadinya, entah apa yang terjadi tak lama setelah itu ia terjatuh bercucuran air mata, manis apa yang terjadi hingga ia tersungkur dan berbisik seakan ia memendam sebuah rahasiah yang sulit untuk diucapkan.
Mencobalah ia untuk mendekatinya tapi apa yang terjadi ia mengucapkan sumpah serapah yang sangat disesali lirih ia berucap tapi ketajamannya sungguh sangat menusuk hati, jika benar ia yang gadis mimpi mengapa dengan lantang ia berkata tidak, mungkinkah ingin pergi jauh dari hatinya.
“Pergi kau dari hadapanku dan jangan pernah kau hadir dihidupku” mengapa ia berucap demikian padahal aku belum sekalipun mengenalnya apalagi terpikir untuk mencintainya.
Lalu akupun pergi dari hadapannya sambil kusimpan senyumku dihatinya tak lama ia pun berucap “itulah yang selalu kau lakukan, setelah kau menyakitiku kau pergi dari hadapanku” (lirih ia berucap dengan deraian airmata mambasahi parasnya yang cantik bak sinar rembulan purnama). Ku semakin tak mengerti siapa yang hendak ia tuju ku hanya seorang pejuang yang selalu kalah dimedan perang yang selalu menang didalam khayalan dan mimpi keindahan.
‘hi gadis cantik ku tak pernah mengenalmu apalagi berfikir untuk menyakitimu senyumlah, kau memang benar aku selalu menyakiti hati gadis dan pernah berkata if my love never come together, I’ll come to your heart tapi semua itu kulakukan karena aku sangat menyayanginya’
Setelah kuucapkan seluruh isi hatiku dan ia pun tersenyum sinis padaku dan kupun pergi dari hadapanya.dengan penuh tanda tanya mengapa semua terjadi seakan ku harus masuk dalam kehidupan pribadinya.
Kutinggalkan semua keindahan, laluku masuk terperosok kedalam jurang yang tak bertepian, didalam jurang kutemukan benih-benih kebahagiaan dengan pupuk-pupuk kemunafikan. Diam termenung menjerit, tapi jeritku tak bernada tewaku tak penuh suara hingga ku tersungkur dalam relung hitam jurang jahanam.
Kuberusaha naik dari tempatku jatuh dengan harap ku dapatkan sebuah senyuman, doaku terkabul mimpiku jadi kenyataan, entah berapa depa ku merayap dalam dinding kenistaan, entah berapa centi ku melangkah didalam kegelapan akhirnya kutemukan pencerahan dari sebuah bunga yang untuk mendapatkannya kulewati gunung-gunung dan kudaki bukit-bukit, ironi ia merubah murungku menjadi senyum, dustaku menjadi cinta tapi semua tak bertahan lama hanya sampai pada cita-cita.
Oleh Abah di 15.12.00 0 komentar
Kampung Koperasi
Kampung Koperasi
“Pertama Kutatap Indah, Selanjutnya?”
Oleh : Cep Anton Firtana
Perjalanan panjang tanpa akhir, sepi perjalananku tanpa seorang temanpun, ketika aku berteriak yang terdengar hanyalah bisikan, bisikan yang menyayat dan merintih, sanggupkah aku mengarungi semua itu, jika yang memang aku pikirkan lebih buruk dari kenyataan yang kujalani.
Semua yang pernah kuimpikan tentang keindahan seolah hilang seiring perjalananku mengarungi hidup ini yang penuh liku. Senyuman yang terbayang itu kini hilang seiring kejujuran yang lama ku pendam dan kupegang, bunga merah merekah dan putih mewangi itu hanyalah sebuah impian dan selalu menjadi bayangan disetiap langkahku.
Didesa itu kutemukan sebuah pelabuhan, terlihat indah dan sepi pelabuhan itu, lama kuberdiam didermaga dekat pohon nyiur tua itu. Kutemukan sebuah kehangatan dan senyuman, seolah tlah ku dapatkan semua yang ku impikan.
Tapi tiba-tiba langit mendung alam yang dulu sangat tenang oh sulit kubayangkan, angin yang dahulu sepoy berubah meraung-raung, apakah gerangan? dari kejauhan terlihat ombak bertabrakan, ternyata badai disiang hari yang awalnya cerah. Entah apa dosaku hingga ketenanganku hancur seketika oleh badai yang datang tiba-tiba.
Badai itu memaksaku untuk pergi dari pelabuhan yang cantik dengan dermaga yang indah. Lalu pergiku ditemani oleh kekalutan hingga entah berapa mil aku berjalan sampailah disebuah gurun yang gersang yang panas bagaikan bara api yang menganga. Lalu kehausan menyerangku tiba-tiba, jangan kan air keringatpun tak kunjung keluar dari tubuhku, pucuk dicinta ulam tiba begitulah pepatah lama, dikejauhan kumelihat sebuah taman yang rindang dengan air macur berkilauan bersemangatku untuk mencapai taman itu, hari berganti malam, matahari berganti bulan tak kunjungku mencapainya entah berapa mil aku berjalan entah berapa depa aku melangkah. Akhirnya ku terpuruk ditengah gurun yang sangat tidak bersahabat.
Tak berapa lama ada sebuah bunga yang mengahampiriku, tak tahuku dari mana asal bunga itu, ia membopongku dan membawaku menaiki untanya, kurasakan rasa cintanya kasih sayang nya dan juga keikhlasannya tapi entah berapa lama lalu kuterkejut, oh sayang ternyata semua itu hanya khayalku.
Lalu berusaha kuterbangun dalam tidurku berusahaku melupakan mimpiku bersama bayangan indah penuh bunga. Mengapa dalam mimpiku selalu terbayang keharumanmu.
Akhirnya …..
Ku berjalan dipersimpangan dan berlari didalam kegelapan, iri dan dengki disekelilingku carut marut di hadapanku, kau yang terindah duduk disana entah dimana, kumengejar tapi tak kudapat, hingga ku berlari dalam kegelapan dan berjalan dalam keheningan malam, anugerah indah yang kumiliki adalah mengenalmu, kebahagian yang kudapat adalah bisa dekat dengan mu tapi siapakah kamu, kau belum kukenal dan kau hanya hadir dalam mimpiku.
>
Oleh Abah di 14.04.00 0 komentar